Hidup itu Sangat Singkat
Suatu hari seorang ayah mengajak anaknya pergi berziarah ke makam
kakeknya. Sang ayah bermaksud mengajarkan kepada anaknya bahwa siapapun
akan meninggal dan dikuburkan yang berarti berpindah ke alam kubur
sampai kelak datang kiamat. Tidak ada manusia yang hidup kekal di dunia
ini. Selain itu sang ayah ingin mencontohkan bentuk bakti kepada anak
kepada orang tuanya yang telah meningga dengan mendoakannya.
Anak yang masih berumur 6 tahun tersebut memang baru pertama kali diajak
sang ayah berziarah ke pemakaman. Rasa ingin tahunya muncul terlihat
dari perhatiannya pada patok-patok dan nisan makam yang ada di sana.
Anak itu sering kali berhenti memperhatikan nisan-nisan tersebut. Dia
melihat dan membaca apa yang tertulis di nisan. Sang ayah dengan sabar
memperhatikan tingkah sang anak tersebut. Dalam hati sang ayah mungkin
si anak sedang mencari di mana makam kakek-neneknya.
Namun
karena hari sudah beranjak sore maka sang ayah mengajak anak tersebut
agar tidak terlalu lama berhenti memperhatikan nisan makam dari orang
yang mungkin tidak mereka kenal. Dia lalu menarik tangan anaknya dan
berkata, “Ayo Nak.., makam kakek dan nenekmu di sebelah sana, mari kita
segera ke sana dan mendoakannya”.
Si anak segera melangkah mengikuti sang ayah seraya berkata ringan ,” Ayah, ternyata di kuburan itu lama juga ya?”.
Sang ayah tersentak. Sejenak dia tertegun. Ternyata yang diperhatikan
anaknya tadi adalah tahun-tahun di mana orang yang dikubur itu
meninggal. Memang hampir setiap nisan tertulis nama, tanggal/tahun lahir
dan tanggal/tahun meninggalnya. Jika diperhatikan memang terdapat
variasi dari tahun meninggalnya masing-masing orang yang dikubur di
pemakaman tersebut. Mungkin ada yang baru di kubur tadi pagi, kemarin,
seminggu sebulan atau tahun lalu. Tetapi banyak juga yang telah
dikuburkan puluhan tahun lalu.
Dalam benak si anak mungkin
hanya membandingkan betapa tahun-tahun di mana orang yang dikuburkan itu
lebih lama dari usianya yang baru 6 tahun. Atau mungkin dia
membandingkannya dengan masa-masa bermainnya yang begitu cepat. Namun
jika kita perhatikan lebih jauh kenyataanya memang sudah banyak sekali
orang yang telah meninggal dan dikuburkan ratusan dan ribuan tahun lalu.
Jika kita lanjutkan celoteh anak tadi dengan membandingkan dengan usia
hidup manusia yang mungkin berkisar paling lama sampai 100 tahun maka
orang-orang yang telah meninggal ratusan/ribuan tahun tadi tentunya
telah membuktikan bahwa waktu mereka di alam kubur itu lebih lama
dibandingkan dengan waktu hidupnya.
Apa yang membuat sang ayah
tertegun adalah celoteh anak itu telah membuka pikirannya bahwa waktu
hidup di dunia itu sangat singkat. Bukti bahwa telah banyak yang
melewati masanya di alam kubur lebih lama dibanding masa hidupnya dapat
kita lihat langsung dari sejarah manusia. Hal ini kemudian membawa kita
pada konsep ajaran Islam yang sering diulang-ulang bahwa hidup di dunia
itu memang singkat, diibaratkan persinggahan sejenak seorang musafir
dalam perjalanan panjangnya. Bahkan jika dibandingkan kehidupan akhirat
dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa hidup di akhirat itu jauh lebih
kekal dan lebih panjang di mana 1 hari di akhirat sama dengan puluhan
tahun di dunia.
Jika kita mengerti betul tentang hakikat
singkatnya hidup di dunia ini maka tentu sangat tidak bijaksana jika
hidup ini kita sia-siakan begitu saja. Jangan sampai kita terlena
membiarkan setiap detik untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan tak
bernilai ibadah. Jangan melewatkan waktu menguap cepat tanpa ada guna
karena setiap saat yang terlewat dengan cepat tadi akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan-Nya kelak.
Terasa baru kemarin
kita berada di usia kanak-kanak. Terasa baru saja kita lulus sekolah.
Ya, ternyata waktu berlalu sangat cepat. Jangan sampai kita baru
menyadari waktu yang telah terlewat namun kita belum memanfaatkannya.
Na’udzubillah
Sumber:eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar